Nama: Ayu Maesyaroh
Nim: 1608301001
Jurusan/Semester: Sejarah Kebudayaan Islam/3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Belajar
Belajar
adalah salah satu kegiatan individu memperoleh pengetahuan, prilaku, dan
keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Menurut Winkel, belajar adalah
semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interkasi aktif dalam
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
2.2
Pembelajaran Konvensional
Menurut Djamarah (1996), metode pembelajaran
konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan
metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan
pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan
ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan.
Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik
lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas
jika guru memberikan latihan soal-soal kepada peserta didik. Yang sering
digunakan pada pembelajaran konvensional antara lain metode ceramah, metode
tanya jawab, metode diskusi, metode penugasan.
Metode
lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional antara lain adalah
ekspositori. Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana kegiatan
pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Ia
berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai
tanya jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama
peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya
kalau belum mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara
individual, menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau
klasikal.
A. Metode
Ceramah
Menurut Sinarno
Surakhmad dalam Suryobroto (2009) yang dimaksud dengan ceramah sebagai metode
mengajar ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap
kelasnya. Selama ceramah berlangsung, guru dapat menggunakan alat-alat bantu
seperti gambar-gambar agar uraiannya menjadi lebih jelas. Metode utama yang
digunakan dalam hubungan antara guru dengan peserta didik adalah berbicara.
*
Kelebihan metode ceramah:
Ø Guru
mudah menguasai kelas
Ø Mudah
mengorganisasikan tempat duduk/kelas
Ø Dapat
diikuti oleh jumlah peserta didik yang besar
Ø Mudah
mempersiapkan dan melaksanakan
Ø Guru
mudah menerangkan pelajaran dengan baik
* Kekurangan metode ceramah:
Ø Mudah
menjadi verbilisme (pengertian kata-kata)
Ø Bila
selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan.
Ø Guru
menyimpulkan bahwa peserta didik mengerti dan tertarik pada ceramahnya
Ø Menyebabkan
peserta didik menjadi pasif
B. Metode
Tanya Jawab
Metode tanya
jawab adalah cara penyajian pelajaran yang harus dijawab, terutama dari guru
kepada peserta didik, tetapi dapat pula dari peserta didik kepada guru Djamarah
dan Zain (2006).
*
Kelebihan medote tanya jawab:
Ø Pertanyaan
dapat menarik dan memusatkan perhatian peserta didik.
Ø Merangsang
peserta didik untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingatan.
Ø Mengembangkan
keberanian dan keterampilan peserta didik dalam menjawab dan mengemukakan
pendapat.
*
Kekurangan medote tanya jawab:
Ø Guru
yang kurang dapat mendorong peserta didik untuk berani, menyebabkan peserta
didik menjadi takut bertanya.
Ø Tidak
mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berfikir dan mudah dipahami peserta didik.
Ø Waktu
banyak terbuang, terutama apabila peserta didik tidak dapat menjawab pertanyaan
sampai dua atau tiga orang.
Ø Dalam
jumlah peserta didik yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan
pertanyaan kepada setiap peserta didik.
C.
Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional
Secara
umum, (Djamarah, 1996) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran konvensional sebagai
berikut:
Peserta
didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik menerima
pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi
dan keterampilan yang dimiliki sesuai standar.
1. Belajar
secara individual:
Ø Pembelajaran
sangat abstrak dan teoritis
Ø Perilaku
dibangun berdasarkan kebiasaan
Ø Kebenaran
bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
Ø Guru
adalah penentu jalannya proses pembelajaran
Ø Perilaku
baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
Ø Interaksi
di antara peserta didik kurang
Ø Guru
sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
Namun
perlu diketahui bahwa pembelajaran dengan model ini dipandang cukup efektif
atau mempunyai keunggulan, terutama:
Ø Berbagai
informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
Ø Menyampaikan
informasi dengan cepat
Ø Membangkitkan
minat akan informasi
Ø Mengajari
peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
Ø Mudah
digunakan dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan
kelemahan dari pembelajaran model ini, menurut Suyitno (dalam Sulistiyorini,
2007) antara lain sebagai berikut:
Ø Kegiatan
belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik. Tugas guru
adalah memberi dan tugas peserta didik adalah menerima.
Ø Kegiatan
pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Peserta didik
merupakan penerima pengetahuan yang pasif.
Ø Pembelajaran
konvensional cenderung mengkotak-kotakkan peserta didik.
Ø Kegiatan
belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada proses.
Ø Memacu
peserta didik dalam kompetisi bagaikan ayam aduan, yaitu peserta didik bekerja
keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat dia yang menang.
D.
Pendekatan Pembelajaran Konvensional
Ujang
Sukandi (2003), mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan
guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi,
tujuannya adalah peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan
sesuatu dan pada saat proses pembelajaran peserta didik lebih banyak
mendengarkan. Di sini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah
proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer
ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.
Philip
R. Wallace (dalam Sunarto, 2009) memandang pembelajaran ekspoisitori adalah
proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru membelajarkan
materi kepada peserta didiknya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada
peserta didik, sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Sistem
pembelajaran konvensional (faculty teaching) cenderung kental dengan suasana
instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Di samping itu sistem
pembelajaran konvensional kurang fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan
materi kompetensi karena guru harus intensif menyesuaikan materi pelajaran
dengan perkembangan teknologi terbaru.
Selanjutnya
Philip R. Wallace (dalam Sunarto 2009), menyatakan pembelajaran dikatakan
mengggunakan pendekatan konvensional apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Ø Otoritas
seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.
Ø Perhatian
kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil
Pembelajaran
di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan
sebagai peningkatan kompetensi peserta didik di saat ini. Penekanan yang
mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh peserta didik dan
penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan,
sementara pengembangan potensi peserta didik terabaikan.
Jika
dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan
pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian
informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct
performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara
langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode
ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat.
Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair
ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai
pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu
arah dari guru ke peserta didik, metode pembelajaran lebih pada penguasaan
konsep-konsep bukan kompetensi. Meskipun banyak terdapat kekurangan, model
pembelajaran konvensional ini masih diperlukan, mengingat model ini cukup
efektif dalam memberikan pemahaman kepada para murid pada awal-awal kegiatan
pembelajaran.
2.3 Pembelajaran Non Konvensional
Non
konvensional memiliki 2 arti. Non konvensional adalah sebuah homonim karena
arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.
Non konvensional memiliki arti dalam kelas adjektiva atau kata sifat
sehingga non konvensional dapat mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya
dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik.
·
Tujuan
e-learning adalah:
- Memperkuat profil lulusan yang berkompeten dan berdaya saing melalui sinergi e-learning dan kelas konvensional;
- Memperluas kapasitas pembelajaran institusi dalam layanan learning distance di lingkungan Untan maupun lintas universitas (7in1/PDITT);
- Memperkaya learning object yang inovatif berbasis komunitas e-learning dosen dan mahasiswa.
· Bentuk e-Learning
- Materi Terbuka (Open Content), adalah bentuk e-learning berupa akses terhadap konten bahan ajar dosen yang tersedia dalam sistem portal e-learning Untan;
- Kuliah Terbuka (Open Courses), adalah bentuk e-learning berupa penyelenggaraan aktivitas kuliah secara daring sebagian dalam beberapa babak/topik/pertemuan per semester;
- Kuliah Daring (Online Courses), adalah bentuk e-learning berupa penyelenggaraan aktivitas kuliah secara daring penuh dalam satu semester sesuai standar learning object yang ditetapkan Belmawa Dikti.
· Sifat e-Learning
- Sinkronus, yakni perkuliahan e-learning diselenggarakan secara bersamaan dari segi waktu berbeda tempat;
- Asinkronus, yakni perkuliahan e-learning diselenggarakan secara tidak bersamaan dari segi waktu maupun tempat.
· Fungsi e-Learning
- Suplemen, e-learning berfungsi memperkaya khasanah pengetahuan mahasiswa dengan hak akses terhadap konten yang diposting dosen dalam portal e-learning;
- Komplemen, e-learning berfungsi melengkapi dan menambah konten atau aktivitas yang dirasakan kurang saat penyelenggaraan kelas tatap muka;
- Substitusi, e-learning berfungsi mengganti perkuliahan tatap muka oleh dosen karena faktor halangan tertentu;
- Instrumen, e-learning berfungsi sebagai alat memperkuat kelas tatap muka dengan sifatnya baik sinkronus atau asinkronus.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar