Selasa, 02 Januari 2018

Sistem Pembelajaran Konvensional dan Non Konvensional



Nama: Ayu Maesyaroh
Nim: 1608301001
Jurusan/Semester: Sejarah Kebudayaan Islam/3 



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Belajar
Belajar adalah salah satu kegiatan individu memperoleh pengetahuan, prilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Menurut Winkel, belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interkasi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
2.2 Pembelajaran Konvensional
            Menurut Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan.
Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada peserta didik. Yang sering digunakan pada pembelajaran konvensional antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode penugasan.
Metode lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional antara lain adalah ekspositori. Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana kegiatan pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau klasikal.
A.    Metode Ceramah
Menurut Sinarno Surakhmad dalam Suryobroto (2009) yang dimaksud dengan ceramah sebagai metode mengajar ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya. Selama ceramah berlangsung, guru dapat menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar agar uraiannya menjadi lebih jelas. Metode utama yang digunakan dalam hubungan antara guru dengan peserta didik adalah berbicara.
* Kelebihan metode ceramah:
Ø  Guru mudah menguasai kelas
Ø  Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas
Ø  Dapat diikuti oleh jumlah peserta didik yang besar
Ø  Mudah mempersiapkan dan melaksanakan
Ø  Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik

* Kekurangan metode ceramah:

Ø  Mudah menjadi verbilisme (pengertian kata-kata)
Ø  Bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan.
Ø  Guru menyimpulkan bahwa peserta didik mengerti dan tertarik pada ceramahnya
Ø  Menyebabkan peserta didik menjadi pasif

B.     Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran yang harus dijawab, terutama dari guru kepada peserta didik, tetapi dapat pula dari peserta didik kepada guru Djamarah dan Zain (2006).
* Kelebihan medote tanya jawab:
Ø  Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian peserta didik.
Ø  Merangsang peserta didik untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingatan.
Ø  Mengembangkan keberanian dan keterampilan peserta didik dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
* Kekurangan medote tanya jawab:
Ø  Guru yang kurang dapat mendorong peserta didik untuk berani, menyebabkan peserta didik menjadi takut bertanya.
Ø  Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berfikir dan  mudah dipahami peserta didik.
Ø  Waktu banyak terbuang, terutama apabila peserta didik tidak dapat menjawab pertanyaan sampai dua atau tiga orang.
Ø  Dalam jumlah peserta didik yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada setiap peserta didik.
C. Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional
Secara umum, (Djamarah, 1996) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran konvensional sebagai berikut:
Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai standar.
1.      Belajar secara individual:

Ø  Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
Ø  Perilaku dibangun berdasarkan kebiasaan
Ø  Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
Ø  Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
Ø  Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
Ø  Interaksi di antara peserta didik kurang
Ø  Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Namun perlu diketahui bahwa pembelajaran dengan model ini dipandang cukup efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:
Ø  Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
Ø  Menyampaikan informasi dengan cepat
Ø  Membangkitkan minat akan informasi
Ø  Mengajari peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
Ø  Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran model ini, menurut Suyitno (dalam Sulistiyorini, 2007) antara lain sebagai berikut:
Ø  Kegiatan belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik. Tugas guru adalah memberi dan tugas peserta didik adalah menerima.
Ø  Kegiatan pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Peserta didik merupakan penerima pengetahuan yang pasif.
Ø  Pembelajaran konvensional cenderung mengkotak-kotakkan peserta didik.
Ø  Kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada proses.
Ø  Memacu peserta didik dalam kompetisi bagaikan ayam aduan, yaitu peserta didik bekerja keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat dia yang menang.
D. Pendekatan Pembelajaran Konvensional
Ujang Sukandi (2003), mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu dan pada saat proses pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.
Philip R. Wallace (dalam Sunarto, 2009) memandang pembelajaran ekspoisitori adalah proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru membelajarkan materi kepada peserta didiknya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Sistem pembelajaran konvensional (faculty teaching) cenderung kental dengan suasana instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Di samping itu sistem pembelajaran konvensional kurang fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan materi kompetensi karena guru harus intensif menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan teknologi terbaru.
Selanjutnya Philip R. Wallace (dalam Sunarto 2009), menyatakan pembelajaran dikatakan mengggunakan pendekatan konvensional apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Ø  Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.
Ø  Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil
Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi peserta didik di saat ini. Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh peserta didik dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi peserta didik terabaikan.
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke peserta didik, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi. Meskipun banyak terdapat kekurangan, model pembelajaran konvensional ini masih diperlukan, mengingat model ini cukup efektif dalam memberikan pemahaman kepada para murid pada awal-awal kegiatan pembelajaran.
2.3 Pembelajaran Non Konvensional
Non konvensional memiliki 2 arti. Non konvensional adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Non konvensional memiliki arti dalam kelas adjektiva atau kata sifat sehingga non konvensional dapat mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik.
·         Tujuan e-learning adalah:
  1. Memperkuat profil lulusan yang berkompeten dan berdaya saing melalui sinergi e-learning dan kelas konvensional;
  2. Memperluas kapasitas pembelajaran institusi dalam layanan learning distance di lingkungan Untan maupun lintas universitas (7in1/PDITT);
  3. Memperkaya learning object yang inovatif berbasis komunitas e-learning dosen dan mahasiswa.

·         Bentuk e-Learning

  1. Materi Terbuka (Open Content), adalah bentuk e-learning berupa akses terhadap konten bahan ajar dosen yang tersedia dalam sistem portal e-learning Untan;
  2. Kuliah Terbuka (Open Courses), adalah bentuk e-learning berupa penyelenggaraan aktivitas kuliah secara daring sebagian dalam beberapa babak/topik/pertemuan per semester;
  3. Kuliah Daring (Online Courses), adalah bentuk e-learning berupa penyelenggaraan aktivitas kuliah secara daring penuh dalam satu semester sesuai standar learning object yang ditetapkan Belmawa Dikti.

·         Sifat e-Learning

  1. Sinkronus, yakni perkuliahan e-learning diselenggarakan secara bersamaan dari segi waktu berbeda tempat;
  2. Asinkronus, yakni perkuliahan e-learning diselenggarakan secara tidak bersamaan dari segi waktu maupun tempat.

·         Fungsi e-Learning

  1. Suplemen, e-learning berfungsi memperkaya khasanah pengetahuan mahasiswa dengan hak akses terhadap konten yang diposting dosen dalam portal e-learning;
  2. Komplemen, e-learning berfungsi melengkapi dan menambah konten atau aktivitas yang dirasakan kurang saat penyelenggaraan kelas tatap muka;
  3. Substitusi, e-learning berfungsi mengganti perkuliahan tatap muka oleh dosen karena faktor halangan tertentu;
  4. Instrumen, e-learning berfungsi sebagai alat memperkuat kelas tatap muka dengan sifatnya baik sinkronus atau asinkronus.[1]



[1] https://www.apaarti.com/nonkonvensional.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar